Aryadi
(30) salah satu warga masyarakat miskin desa kebonsari wuluhan mengakui bahwa
hidupnya lebih mudah didesa dari pada dikota, (02 juni). Dengan modal gotong
royong, kehidupan didesa bagi masyarakat apapun merasa terpenuhi dan nyaman.
Meskipun
pekerjaan warga desa terkesan berat, seperti kuli dan sebagainya, kehidupan
mereka tetap tenang dan tentram-tentram saja. Kebanyakan orang didesa tergolong miskin dan hidup saling
ketergantungan. Karenanya kehidupan desa lebih mengutamakan gotong royong.
Kesusahan dan kesenangan di rasakan bersama-sama.
Cara-cara
yang dilakukan masyarakat miskin desa untuk memenuhi kehidupanya tiap hari
rata-rata mempunyahi banyak persamaan cara dengan masyarakat satu dengan yang
lainya. Mereka masyarakat miskin desa pintar dalam mengolah uang milik pribadi
maupun milik orang, tidak lain adalah seperti halnya hutang. Hidup di desa
harus rela hutang dan saling menghutangi, apabila tidak, maka akan dimusuhi
oleh warga.
Hutang
tidak hanya kepada orang yang kaya-kaya saja, kerabat ataupun orang yang
dikenali meskipun sama-sama miskinpun bisa diajak saling berhutang. Sedikit
sekali sampai-sampai hampir tidak ada kalau hutang itu menimbulkan piutang atau
bunga selayaknya pinjam di Bank. Kesadaran diri dalam transaksi hutang didesa
ini sangat penting, karena orang yang member hutang jarang sekali menagih hutang
kepada orang yang berhutang. Begitu juga orang yang hutang kebanyakan sudah tertanam
kesadaran diri untuk mengembalikan sebelum ada penagihan.
Pekerjaan
masyarakat desa kebonsari kebanyakan larinya pada pertanian. Persawahan didesa
tersebut milik masyarakat minoritas, artinya lebih banyak kulinya dari pada
juraganya. Meskipun kehidupan didesa
lebih banyak kulinya dari pada juraganya, tidak menutup kemungkinan bahwa
didesa itu kehidupanya tentram. Karena di perdesaan, juragan dengan kulinya itu
saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Beda halnya dengan dikota yang
terkenal kalau juragan sering menindas kuli.
Permasalahan
yang sangat sulit menurut masyarakat desa kebonsari wuluhan alami adalah
diwaktu musim hujan. Musim hujan sangat erat hubunganya dengan garapan sawah dan pekerjaan
yang tidak menghasilkan pendapatan untuk biaya
hidup tiap harinya. Kronologisnya
setiap musim hujan persawahan pasti ditanami khusus padi. Setelah padi tertanam
warga harus menunggu tiga bulan lebih untuk panen. Masa-masa tiga bulan
menunggu panen inilah masyarakat desa nganggur, karena tidak ada lagi sesuatu
dikerjakan diladang, dan sudah pasti tidak akan dapat uang kalau tidak kerja.
Insiatif
mereka selain hutang yaitu merantau keluar kota bagi yang ingin saja. Karena
kebanyakan lebih senang menunggu diam tidak berduit dari pada merantau mencari
duit. Perantauan masyarakat desa biasanya banyak yang dilakukan oleh
pemuda-pemuda. Para pemuda itupun mencari uang diperantauan hanya untuk diri
sendiri. Tidak banyak pemuda merantau untuk kepentingan orang tua atau
keluarganya.
Permasalahan
pertama tiap tahunya memang diwaktu musim hujan dan musim tanam padi. Masa-masa
tersebut masyarakat benar-benar nganggur tidak ada aktifitas di ladang. Masalah
utama hanya dimusim itu saja karena di musim-musim lain, persawahan tidak hanya
ditanami oleh satu jenis tanaman saja, melainkan banyak , satu ladang bisa
lebih ditanami tiga tanaman sekaligus. Semakin banyak jenis tanaman, maka
semakin banyak pula kerjaan masyarakat di ladang.
“Hidup
diperdesaan itu harus pintar-pintar mengolah harta atau barang-barang hasil panen kemarin untuk modal menunggu datangnya panen lagi”. Tutur Aryadi. Setiap panen apapun, masyarakat perdesaan
pasti menyisihkan hasil panenya untuk hidup kedepanya, dan ada juga sebagian
yang dijual. bagi masyarakat yang pintar menghitung hasil panenya sehingga
cukup untuk hidup menunggu panen selanjutnya tidak akan sampai hutang kepada
masyarakat lainya. Perkiraan hasil panen yang ditimbun untuk kehidupan
mendatang itu relative kebenaranya. Hasil timbunan sudah habis sebelum sampai
panen selanjutnyapun banyak, begitu juga sebaliknya, hasil timbunan masih
banyak disaat panen yang di tunggu sudah tiba. Bertahan hidup didesa memang
tergantung masyarakat itu sendiri menginginkan hidup yang seperti apa yang
sesuai dengan kondisi tiap keluarga.