Diceritakan
seorang pemuda penuh semangat juang tinggal diplosok desa Wuluhan Kabupaten
Jember. Pemuda itu bernama Adi Setiawan, panggilanya Adi. Ia berasal dari
keluarga miskin yang kedua orang tuanya berprofesi sebagai buruh tani. Adi anak
yang rajin membantu orang tuanya diladang. Ia anak ke tiga dari lima
bersaudara. Sebelumnya Ia sekolah SMK disalah satu sekolah Swasta yang ada
didesanya. Adi tergolong anak bodoh yang mempunyahi cita-cita tinggi ingin
menjadi Presiden. Ia lemah dalam segala hal macam pelajaran sekolah. Hampir
seluruh nilai yang ada dirapornya dibawah rata-rata. Akan tetapi Adi mempunyai
nilai plus pada segala macam organisasi yang digelutinya. Adi salah satu pemuda
yang berani mengubah nasib dan menentang batas kemampuanya. Ia menyadari bahwa
dengan keterbatasan kemampuanya dalam segala pelajaran sekolah, sangat
sedikit peluang bagi dirinya diterima diperguruan tinggi. Dengan jiwa keyakinan
kuat dan keinginan tinggi disertai doa, Ia mampu merubah garis hidupnya.
***
Suatu ketika Adi yang saat ini masih duduk dibangku sekolah kelas 12,
merenungkan diri tentang masa depanya. Dalam hatinya Ia bertanya-tanya. “Aku
nanti kalau sudah lulus mau kerja apa dengan hanya ijazah SMK, dan apakah harus
meninggalkan hobbyku berorganisasi kalau sudah kerja??”. Keingina
Adi setelah lulus hanya ingin organisasinya tidak berhenti. Adi pun tidak akan
bisa meneruskan Organisasi kalau tidak kuliah. Sedangkan kesibukan Dunia kerja
tidak akan memberi kesempatan Adi untuk berorganisasi.
Semenjak
renungan itu, Adi semakin banyak bertanya kepada dirinya maupun guru dan
teman-temanya apakah Ia setelah lulus sekolah harus kerja atau kuliah. Hasil
yang didapat dari pertanyaan itupun makin membuat Adi bingung, karena hasil
jawaban antara kuliah dan tidak atau kerja dan tidak, semuanya seimbang.
Pada waktu berkumpul dengan orang tuanya dirumah, adi bentanya serta minta
saran kepada mereka.
Adi
:”Bapak-Ibu, Adi nanti setelah lulus harus kerja atau kuliah?”.
Ibu
:”Kamu lebih mantab yang mana nak, kamu punya 2 adik yang saat ini sekolah SMP.
Kewajibanmu kelak yang membiayai mereka berdua. Tapi kalau kamu ingin
melanjutkan belajar, Ibu dan Bapak tidak bisa membiayai kamu lagi. Kamu harus
mencari biaya sendiri kalau ingin kuliah Le”.
Mendengar perkataan ibunya, Adi merasa sedih dan kasihan kepada orang tuanya
yang sudah tua renta. Pendapat bapaknya agak sedikit berbeda dari Ibunya.
Seakan-akan Bapaknya sangat mendukung anaknya melanjutkan kuliah meskipun
mereka tidak mempunyai apa-apa untuk mengkuliahkan anaknya.
Bapak :”Kamu nglanjutin kuliah
aja Di. Bapak akan berjuang keras agar anak Bapak jadi orang hebat nantinya.
Jangan seperti bapak atau ibu yang tidak lulus SD, dan akhirnya sekarang hanya
jadi buruh”.
Adi
:”Iya Bapak, terimakasih”. Dengan nada melas.
Bapak :”Oh ya, Bapak punya
teman di Maluku. Dia orang kaya yang anaknya sudah menjadi pengusaha semua. Dia
bersedia membiayai anak yang mempunyahi semangat untuk kuliah”.
Ibu
:”Bapak ini, Maluku itu kan jauh, kasihan Adi nanti kalau jauh-jauh”.
Adi
:”Tidak apa-apa kok Bu meskipun Adi kuliahnya jauh dari rumah. Adi bersedia
saja kok”.
Bapak :”Bapak sangat bangga
punya anak sepertimu Di”.
Ibu
:”Difikir matang-matang lagi Le”.
Bapak :”Teman Bapak akan Bapak
hubungi nanti kalau kamu sudah siap Di”.
Adi
:”Iya Bapak Ibu, terimakasih saran dan dukunganya”.
***
Keesokan harinya tepat waktu jam istirahat disekolahnya, ada pengumuman bahwa
ada pelatihan dan gambaran mengenai teknis pendaftaran masuk perguruan
tinggi. Adi dan teman-temanya mengikuti pelatihan tersebut. Tidak semua kelas
12 mengikuti pelatihan itu, hanya siswa yang minat dan mempunyai
keinginan untuk kuliah saja yang ikut. Dalam pelatihanya, selain melatih cara
daftar kuliah, guru pembicara juga memotifasi siswa agar bisa melanjutkan
kuliah. Guru tersebut memaparkan bahwa “Kuliah dizaman sekarang tidak perlu
pusing memikirkan biaya. Sekarang ini banyak beasiswa yang ditawarkan untuk
mahasiswa. Pelajar bisa kuliah tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun dan tambah
digaji tiap bulanya”.
Mendengar paparan guru mengenai kuliah gratis, Adi mulai tertarik dan semakin
semangat untuk melanjutkan kuliah dan Adi mencoba melontarkan pertanyaan ke
guru tersebut.
Adi
:”Apakah benar Pak, kuliah itu tidak perlu biaya dan tambah digaji ??”.
Guru :”Iya Di, ada
salah satu beasiswa bidikmisi yang khusus diperuntukan mahasiswa kurang mampu.
Mahasiswa akan didanai oleh pemerintah, serta mendapat biaya hidup selama
kuliah”.
Seusai pelatihan dan pulang sekolah, para siswa berbondong-bondong ke warnet
untuk daftar online masuk perguruan tinggi. Perlu waktu berhari-hari, para
siswa untuk menyelesaikan pendaftaran onlinenya. Khususnya bagi siswa yang
mengejar beasiswa harus melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan. Persyaratan itupun tidak mudah untuk didapatkan. Itulah sebab
mengapa daftar online membutuhkan waktu lama. Adi beserta teman lainya harus
menyisihkan beberapa jam tiap harinya untuk datang kewarnet agar pendaftaran
cepet selesai.
***
Waktupun berlalu. Ujian Nasional usai dilaksanakan. Pasca ujian tidak ada lagi
aktifitas yang dilakukan siswa disekolahan. Adi merasa nganggur tidak ada
kesibukan setelah ujian. Tidak fikir panjang, Adi melamar kerja menjadi kuli
disebuah pabrik Genting dekat rumahnya. Lama bekerja sebagai kuli, Adi
mendapat gaji yang lumayan untuk takaran pemuda desa. Adi merasa bahagia, karna
hasil dari kerjanya dapat membantu sedikit kehidupan keluarganya.
Suatu hari sepulang dari kerja, Adi mendapat kejutan besar dari sekolah. Ibunya
berkata sambil menangis terharu bahwa Adi diterima sebagai mahasiswa
Unej(Universitas Jember) tergolong mahasiswa beasiswa Bidikmisi.
Ibu
:”Selamat ya Nak”. Sambil tersedu-sedu meneteskan air mata haru.
Adi
:”Ibu kenapa menangis, selamat untuk apa Bu?”. Merasa heran
Ibu
:”Ibu tadi ditelfon gurumu kalau kamu satu-satunya yang lolos mendapatkan
beasiswa di Unej”.
Adi
:”Yang benar Bu ”. terkejut
Ibu
:”Iya Di “.
Adi
:”Alhamdulillah,,terimaksih ya Allah, terimakasih Ibu”. Sambil memeluk ibunya.
Ibu
:”Iya Di, selamat ya, dan kamu nanti malam disuruh datang kerumah guru yang
memberi kabar tadi”.
Adi
:”Iya Bu, Alhamdulillah ya Allah”. Sambil sujud sukur.
Malam harinya meskipun hujan, Adi tetap semangat dengan sepeda kunonya tanpa
memakai jas hujan berangkat kerumah gurunya. Guru Adi terkejut melihat seorang
pemuda didepan rumahnya dengan keadaan basah kuyub. Guru itu mendekati
pemuda yang ternyata pemuda itu adalah Adi.
Adi
:” Assalamualikum Pak”. Menggigil kedinginan.
Guru
:”Waalaikumsalam, ya ampun Adi,,kamu kenapa hujan-hujan kesini tidak bawa jas
hujan,,, kalau sakit bagaimana nanti kamu gak jadi kuliah”. Dengan sikap
khawatir.
Adi
:”hehehe,,iya pak maaf saya tidak punya jas hujan dirumah”.
Guru :”Ya sudah
sini cepat masuk”.
Adi
:”Diluar saja Pak, nanti rumah bapak basah bagaimana kalau saya masuk”.
Guru :”Ah tidak
apa-apa,,Bapak pinjami pakaian kering ntar, ayo cepet masuk dulu”.
Adi
:” Iya Pak”. Dengan nada malu-malu.
Adi dan Gurunya bercakap-cakap mengenai teknis apabila sudah ada dikampus Unej
kelak. Adi juga dibekali penglaman gurunya waktu masih menjadi mahasiswa
dulu.
***
Waktu sudah berlalu. Kini Adi resmi menjadi mahasiswa disalah satu kampus
favorit di Jember. keberuntungan menyertainya, karena Ia rela kuliah jauh di
Maluku kalau tidak ketrima di Unej. Ia berhasil dengan tujuan awalnya kuliah
hanya agar dapat melanjutkan dan menggali penglaman sebanyaknya diorganisasi.
Ia banyak mengikuti organisasi yang ada dikampusnya.
***
Seiring berjalanya waktu, Adi mulai terbiasa dengan perkuliahan dan kegiatan
organisasinya. Ia menyadari bahwa kuliahlah yang membawanya dapat melanjutkan
organisasi. Ia sadar kalau kuliah harus dinomor satukan. Apalagi Ia sebagai
mahasiswa berstatus Beasiswa bidikmisi, Ia harus mampu melaksanakan kewajibanya
sebagai mahasiswa dengan baik. Dibalik itu semua Adi juga tidak ingin
meninggalkan organisasinya. Ia berprinsip bahwa yang harus dipentingkan
terlebih dahulu adalah perkuliahan dari pada organisasinya. Kini Adi mempunyai
pernyataan sakral dalam sebuah kalimat “Kuliah nomor 1, tapi organisasi
itu penting” .
Sekian……………………………
1 komentar:
Click here for komentarCongrats