Menulis
bagiku hal yang sangat membosankan dalam hidup. Apalagi semenjak aku pertama
kali masuk diruang perkuliahan jurusan Sastra Indonesia. Hemmmm, tiap hari mendapat ocehan dosen yang tak
menyenangkan bagiku. “Kalian sebagai mahasiswa sastra harus banyak-banyak
membaca dan menulis.” Entah mengapa aku bisa masuk dijurusan yang tak aku tekuni
sama sekali selama proses dibangku sekolah. Iya, mengapa aku baru sadar
sekarang yang sudah terlanjur semester tua.
Membaca
dan menulis telah kulakukan mulai awal masuk kuliah hingga hampir lulus
sekarang ini. Meskipun itu semua terpaksa sih, hahaha. Hitung-hitung
menyenangkan dosen, karena setiap kuliah mengoceh kepada mahasiswa agar
gemar-gemar membaca dan menulis. Mahasiswa macam apa aku ini. Ah, sudah lah
masa bodo, yang penting aku disini kuliah dan segera selfie bersama teman-teman
seangkatan menggunakan toga, hahahaha. Maaf Pak Bu dosen, saya tidak
bermaksud membully kalian.
Namaku
Doni, lahir dikampung, tapi tidak kampungan. Aku hidup apa adanya seperti
halnya perahu layar yang setia mengikuti arah angin berhembus. Aku jenis
makhluk tuhan yang sangat terobsesi dengan kesuksesan orang lain. Apapun yang
orang lain bisa dan suskses, aku juga harus bisa dan sukses, entah bagaimanapun
caranya.
Hingga
akhirnya aku bertemu mahkluk Tuhan yang sangat indah. Ia seseorang yang mampu
memutar balikan sesuatu yang sangat membosankan dalam hidupku selama ini.
Mahkluk tuhan yang indah ini namanya Dita. Sekarang Ia resmi menjadi pacarku,
hehehe.
Cerita
singkat awal aku kenal Dita ketika bersama-sama mengikuti kuliah umum. Ia
berhasil menghipnosisku pada pandangan pertama. Entah apa yang terjadi
tiba-tiba seluruh tubuhku bergerak menghampirinya dan mulutkupun berucap.
“Hay,
Mbak. Dari jurusan apa?”
“Dari
jurusan akuntansi, Mas.” Suara malu-malu.
“Emm,
akuntansi. Oh iya, kalau boleh tau nama Mbak siapa ya?”
“Pradita,
kalau Mas dari jurusan apa?”
“Kenalin
aku Doni dari jurusan Sastra Indonesia.”
Kamipun
melanjutan perkenalan hingga banyak cerita tentang pengalaman hidup.
Dengan
iringan waktu, kami berjalan sebagai teman selama satu minggu dengan baik. Ia
sosok wanita yang ramah, baik, cantik yang selalu memotivasiku agar suka
menulis dan membaca. Ia juga sering mengajaku mengikuti lomba menulis cerpen
dimanapun berada.
Akupun
sedikit penasaran dengan semangatnya Dita menulis. Bahkan aku baru tahu setelah
bertanya-tanya kalau Dita adalah seorang penulis. Karyanya banyak dimuat
dimana-mana.
“Dit.”
“Iya,
Don.”
“Mengapa
kamu gemar banget menulis.”
“karena
menulis adalah cerita hidupku. Dan tulisanlah tempat untuk mencurahkan hatiku
selama ini.”
Mengetahui
jawaban Dita, aku langsung terdiam membisu. Jawabanya sangat menyentuh hatiku
yang selama ini tidak mempercayai kekuatan tulisan. Jawabanya menyadarkanku,
ternyata hidupku selama ini terbuang sia-sia. Cerita hidupku hanyut dengan
kesengangan semata. Tak bisa seperti Dita yang cerita hidupnya terbungkus rapi
dalam tulisan.
Dua
minggu berlalu, aku mulai terobsesi dengan cara hidup Dita yang suka menulis
dan sering menang dalam perlombaan menulis. Pasti sangat menyenangkan. Akupun
mencoba menulis dan tulisan kuperlombakan. Tulisan pertama, kedua , dan
ketigaku tak ada yang masuk kategori baik dalam perlombaan. Selalu saja tersisihkan.
Namun tulisan Dita selalu lolos dalam kategori terbaik.
Meskipun
tulisan Dita selalu masuk kategori terbaik, tapi Ia tak pernah menyombongkan
diri. Ia selalu menyemangatiku untuk terus berjuang menjadi lebih baik lagi.
Aku merasa beruntung memiliki sahabat sepertinya.
Pada
perlombaan selanjutnya, aku sangat bersemangat dan serius membuat tulisan yang
akan ku kompetisikan. Aku dan Dita sama-sama mengikuti perlombaan. Kami
membentuk kesepakatan semacam taruhan kalau bisa masuk kategori 10 terbaik akan
dibelikan es cream. Aku sempat memiliki rasa kecil hati. Bagaimana mungkin aku
bisa menandingi orang yang sudah sering berkompetisi dalam perlombaan. Tapi aku
coba berfikir positif tinking saja. Siapa tahu kali ini aku bisa menandinginya.
Taruhan itulah yang membuat kobaran api semangat dalam diriku.
Waktu
pengumuman pemenang sudah tiba. Tak disangka dan tak diduga semangat dan
keseriusanku menulis kali ini membawakan hasil cukup memuaskan. Ternyata tulisanku masuk kategori 10 terbaik.
Meskipun lebih bagusan dari Dita. Tapi aku sudah sangat bangga tulisanku bisa
masuk kategori terbaik. Setidaknya hampir bisa menandingi jawara si Dita. Aku
baru sadar ternyata diriku memiliki bakat menulis.
Karena
aku dan Dita sudah bertaruh kalau masuk kategori terbaik akan dibelikan es
cream. Berhubung kami sama-sama masuk kategori terbaik, maka kami saling
membelikan es cream. Walapun itu bisa
dikatan percuma, karena beli-beli sendiri.
Sebelum
kami saling membelikan es cream, aku sangat penasaran dengan apa cerpen yang
ditulis Dita. Diam-diam aku mencari tahu dan membaca tulisan cerpen yang ada
dibuku kecilnya. Ketika aku sudah menemukan tulisan yang dilombakan oleh Dita,
pertama kali yang ku lihat adalah judul “D & D”. Sedikitnya judul itu
membuatku merasa ke GR an. Aku kira D di judul itu Dita dan Doni. Hehehehe.
Tulisan
itupun lanjut kubaca dengan cermat seperti apa sih bagusnya tulisan sang juara.
Dalam tulisan cerpen itu banyak kalimat yang membuatku semakin GR dari
pada awal melihat judulnya. Sepertinya tulisan itu mengisahkan kehidupan Dita
bersama seorang pria yang sedang dekat denganya.
Dalam
tulisan jenis cerpen itu terdapat kalimat yang berbunyi “Diam-diam aku
menyukaimu. Apakah dikau peka dengan perasaanku selama ini?”. Diriku semakin
panas dingin tatkala berada diantara gurun dan salju. Karena pria yang dekat
denganya saat ini adalah aku. Akupun bertanya-tanya. Apakah iya pria yang
dimaksud dalam ceritanya Dita adalah aku.
Disertai
perasaan panas dingin aku lanjut membaca cerpen Dita. Sampai diakhir cerita aku
menemukan kalimat yang sangat mengejutkan. “Aku sayang kamu, Doni”. Itulah
kalimat terakhir yang ditulis Dita dalam cerpenya yang sempat membuat hatiku
dag dig dug dor…
Ke
Gr anku ternyata bukan sebatas GR. Semua
anggapanku memang benar kalau Dita diam-diam menyukaiku. Dan D yang ada
dalam judul cerpenya memang benar Dita dan Doni. Betapa bodohnya diriku selama
ini tak peka sama sekali dengan perasaan wanita yang selalu dekat denganku,
memotifasiku, dan menyemangatiku.
Malampun
telah tiba. Sampailah waktunya aku dan Dita bertemu saling membelikan es cream.
Kami bertemu dialun-alun pusat kota membawa es cream masing-masing. Tanpa
disengaja es cream yang aku beli jenisnya sama dengan es cream yang Dita beli.
“Cieee,
es creamnya sama. Padahal gak janjian loh beli es creamnya. Sehati ya kita.”
Dengan senyuman manis terbaiku.
Dita
hanya diam senyum kecil tersipu malu dihadapanku. Kami duduk bersama, kemudian
saling menukar es cream mesipun jenisnya sama. Ketika kami makan es cream,
suasana menjadi hening tak ada yang mau bicara. Aku berfikir ini kesempatan
bagus untuk membuka isi hati Dita sebenarnya. Akupun mulai mengawali pertanyaan
dengan nada sedang.
“Ekhem,
emmm Dita.”
“Iya.”
“Bolehkah
aku Tanya sesuatu?”
“Tanya
apa.”
Ku
lihat wajah Dita sudah mulai grogi begitupun juga aku. Serasa terguncang
gunung-gunung di dunia ini.
“Aku
tadi baca cerpenmu loh?”
Pernyataanku
itu sempat membuat Dita terkejut dan seketika menatapku. Ia pun menjawab.
“Oh
ya.” Dengan ekspresi terkejut.
Aku
diam tak menanggapi jawaban Dita langsung. Nunggu suasana menjadi hening
terlebih dahulu baru akan ku buka isi hati Dita sebenarnya. Setelah suasana
jadi hening, aku mulai melanjutkan pembicaraan yang belum ada kepastianya tadi.
“Dita.
Apakah kamu mencintaiku?”
Pertanyaan
seperti itu membuat diriku serasa panas dingin. Dan ditapun menjawab dengan
nada malu-malu.
“Iya,
Don. Jujur aku selama ini mencintaimu.”
Betapa
bahagianya diriku mendengar jawabanya. Serasa dunia ini berubah menjadi surga
akhirat. Aku sangat beruntung selama ini dicintai oleh partner yang selalu ada
disampingku, menyemangatiku, memotifasiku. Ia sosok bidadari yang diturunkan
tuhan dari kayangan. Ia cantik, ramah, lembut, dan perhatian. Dialah Dita
namanya. End…