Gejala Tongkrongan Mahasiswa Kampus-Artikel Ilmiah Populer





     Gaya hidup manusia disetiap daerah berbeda-beda. Gaya hidup juga menyesuaikan keadaan dimana dan bersama siapa manusia itu hidup. Missal saj didaerah pondokan  atau pesantren , gaya hidupnya tidak akan lepas dari songkok atau peci. Gaya hidup manusia didaerah perhutanan akan sangat beda dengan kehidupan manusia didaerah perkotaan. Daerah perhutanan akan sangat kurang pengetahuanya tentang IPTEK, hal tesebut berkebalikan dengan kehidupan daerah perkotaan yang dimana-mana marak dengan adanya IPTEK.
            Berbicara masalah gaya hidup, mahasiswalah yang ternyata penggagas awal dari adanya gaya hidup yang akan di pakai oleh masyarakat. Di kampus UNEJ teah ditemukan berbagai mahasiswa dari asal yang berbeda-beda. Dari perbedaan itu mahasiswa dapat mengkolaborasikan kebudayaan yang nantinya akan melahirkan kebudayaan baru. Hanya di daerah kampus lah yang mampu mendapati banyak gaya hidup. Misalnya saja mahasiswa berkulit hitam terbiasa didaerah asalnya sering jalan kaki karena minimnya kendaraan, mereka dikampusnya pun uga menyesuaikan gaya hidup didaerahnya yaitu sering beralan kaki. Bagi mahasiswa kaya , gaya hidupnya selalu memakai sepeda motor kalau kemana-mana, bahkan ada juga yang membawa mobil. Untuk mahasiswa yang kurang mampu atau pas-pasan, kalau tidak naik motor dan sepeda ontel pasti mereka jalan kaki atau bisa nebeng ketemanya.

            Selain gaya hidup mahasiswa seperti yang telah di urai, ternyata mahasiswa dalam cara memakai peralatan kuliah juga berbeda-beda. Misal saja  cara mahasiswa memakai dan memilih tas untuk kantong barang-barang kuliah. Untuk mahasiswa laki-laki yang mengikuti organisasi kesenian rata-rata kalau kuliah memakai tas jinjing layaknya perempuan. Mereka dengan pedenya kesana kemari menjinjing tas seperti perempuan. Beda halnya dengan mahasiswa yang tidak mengikuti organisasi kesenian tidak akan memaki tas jinjing waktu kuliah. Mereka cenderung memakai tas selempang dan tas punggung, karna memang pada umumya untuk kaum lelaki memaki tas seperti itu. Untuk mahasiswa timuran juga beda dalam memakai tas pada waktu kuliah maupun tidak. Seperti mahasiswa papua sering memakai tas slempang kecil yang terbuat dari benang besar. Tas mereka popular didaerahnya, tapi kalau dikampus UNE hanya mereka saja yang memakainya.
           
       Dari berbagi contoh gaya hidup mahsiswa diatas, ada gaya hidup yang umum digunakan oleh semua kalangan mahasiswa tanpa membeda-bedakan daerah asal, yaitu gaya hidup nongkrong disetia waktu kosong. Nongkrong adalah kegiatan tatap muka beberapa orang di suatu tempat tertntu yang biasanya dalam pertemuan ini isinya canda tawa ataupun berdiskusi non formal. Kata nongkrong berasal dari bahasa jawa dongkrong. Dongkrong adalah aktifitas duduk dengan salah satu kaki ditekuk lalu mengangkatnya sebagi penyanggah. Dongkrong juga bisa diartikan  jongkok ditempat dan tidak pindah-pindah. Dalam hal ini  masyarak desa dan mahasiswa berbeda pengertianya. Kalau orang desa memaknai nongkrong sebagai kegiatan diwarung kopi dengan teman atau sendiri. Sedangkan mahasiswa memaknainya lebih luas lagi. Disetiap pertemuan nonformal bisa dikatakan nongkrong oleh mahasiswa. Jadi intinya semua percakapan dua orang atau lebih dalam situasi nonformal dapat dikatakan sebagai kegiatan nongkrong.
       Gaya hidup mahasiswa seperti ini timbul karena kegiatan mereka diwaktu senggang kuliah tidak ada lagi kegiatan. Mereka merasa bosan dan akhirnya tercetuslah kegiatan kumpul-kumpul sesama teman yang disebut nongkrong. Kata nongkrong lebih popular bagi kalangan semua mahasiswa, meskipun dalam tongkrongan itu isinya kebanyakan diskusi. Mereka tidak memaki istilah diskusi karna dalam diskusi tongkrongan ini tidak seresmi diskusi kuliah ataupun yang lainya. Kegiatan nongkrong ini adakalanya uga ada pembagian. Seperti mahasiswa tergolong menengah bawah sampai menengah keatasdapat menikmati kegitana nongkrong dimana saja sesuai keinginan. Hanya saja tempat nongkrong mahasiswa kaya lebih ketempat yang mewah. Kalau untuk mahasiswa kurang kaya dapat menikmati tempat tongkrong sesuai kemmpuan.
      Ada yang bilang bahwa mahasiswa ngobrol sesama teman pada waktu proses perkuliahan bisa dikatakan nongkrong. Sebenarnya hal tersebut lebih pas apabila dikatakan sebagai ngrumpi dalam kelas perkuliahan. Bicara sendiri dalam kelas tidak bisa dikatakan sebagai nongkrong karena perkuliahan adalah kegiatan formal. Mungkin lebih tepatnya adalah ngrumpi sesama teman. Ternyata ngrumpi dan nongkrong masih kuran efektif bagi kaum perempuan. Ada julukan tersendiri pembicaraan antara perempuan,yaitu gossip. Kalau dicermati dari ketiga istilah nongkrong, ngrumpi, dan gossip itu ada kesamaan. Ketiganya sama-sama berbicara atau berkomunikasi.
       Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa kebanyakan sharing atau diskusi sesama teman. Dalam diskusi tersebut dikemas lagi menjadi nongkrong. Karna kembali lagi bahwa kata nongkrong sangat popular dikalangan mahasiswa. Kegiatan  nongkrong memang kegiatan paling asyik, apalagi bersama dengan kekasih hati serasa tidak ingin pulang dari tongkrongan. Tidak hanya mahasiswa laki-laki yang suka nongkrong, perempuanpun juga sering nongkrong. Hanya saja mereka terbatasi waktu jam malam. Biasanya kalau waktu siang siapapun boleh nongkrongsesuka hatinya tidak terbatasi oleh waktu. Akan tetapi kalau nongkrong di waktu malam ada batasan waktu khususnya bagi kaum wanita mahasiswa Unej terbatasi waktu pukul 22.00.
       Sebenarnya  terserah mahasiswa baik laki-laki ataupun perempuan ingin nongkrong sesuka hatinya. Hanya saja dari pandangan masyarakat, apabila wanita muda keluar sampai kemalaman itu tidak baik dilihat dari presepsinya warga daerah kampus Unej. Presepsi warga memang ada benarnya juga, karena banyak kejadian mesum terjadi kalau wanita tidak terbatas oleh waktu malam. Sudah dibatasi saja masih banyak kejadian yang tidak diinginkan , apalagi tidak ada batasan waktu. Kampus Unej pernah memberlakukan adanya jam malam sampai pukul 22.00. dengan adanya kebijakan tersebut, mahasiswa Unej merasa terbatasi dalam berprosesnya. Karena rata-rata mahasiswa mengembangkan bidang akademik diwaktu siang sampai sore. Untuk perkembangan soft skill tidak bisa kalau dilakukan bersamaan pengembangan akademik. Dari hal itu maka mahasiswa membutuhkan membutuhkan waktu malam tanpa terbatasi oleh waktu untuk mengembangkan soft skill, yaitu pada waktu malam. Semua kebijakan tersebut hanya berlaku hanya kurang lebih 2 bulan saja dikarenakan ada pergerakan dari mahasiswa yang menolak kebijakan jam malam.
      Penolakan itu di lakukan oleh mahasiswa langsung menemui pihak rektorat untuk diminta segera mencabut kebijakan tersebut. Mahasiswa dan pihak rector ada negosiasi mengenai masalah jam malam agar dihapuskan. Dari negosiasi itu telah menghasilkan terhapusnya jam malam aktifitas di area kampus Unej. Kebanyakan yang menentang dari kebijakan tersebut adalah mahasiswa yang menggeluti organisasi(UKM). Karna hanya mereka yang membutuhkan waktu jam malam untuk berproses pada UKMnya. Semenjak jam malam berlaku, kampus Unej harus Steril dari kegiatan, termasuk anak UKM di Kesekretariatan pada Pukul 22.00 harus dikosongi, kalau tidak akan di usir oleh Satpam Unej. Sekarang itu semua hanya menjadi bayang-bayang belaka yang tidak perlu dihiraukan lagi. Mahasiswa nongkrong di UKM sekarang ini tidak menjadi masalah setelah kebijakan jam malam terhapuskan. Akan tetapi tongkrongan di area kampus unej meskipun tidak ada jam malam tetap ada pantauan dari Satpam Unej. Para satpam-satpam ini akan mengusir mahasiswa pada pukul 00.00 atau lebih.

      Proses mahasiswa setelah jam malam terhapus berjalan dengan baik dan lancer. Mereka para mahasiswa tidak kenal waktu malam. Mereka dapat mengekspresikan diri dengan berproses malam, bahkan ada juga mahasiswa berproses di UKM sampai pagi hari. Memang tidak cocok apabila di berlakukan jam malam. Mahasiswa tidak hanya akademik saja yabg dipelajari, tapi mereka juga butuh mengembangkan  soft skill. Three dharma perguruan tinggi ada poinyang menyebutkan bahwa ada pengabdian masyaraknya. Dalam perkuliahan tidak cukup untuk mengaplikasikan pengabdian masyarakat kalau tidak di imbangi mengikuti organisasi. Kalau mungkin di akademik di pelajari tentang teori bermasyarakat, akan tetapi berorganisasi lebih langsung ke prakiknya bermasyarakat. Bisa dilihat perbedaan mahasiswa yang menggeluti Organisasi dan yang hanya mengikuti perkuliahan saja. Mahasiswa organisasi lebih gampang membaur dan menghadapi permasaahan yang ada di masyarakat. Tapi mahasiswa yang hanya kuliah akan masih banyak berfikir apa yang harus di tindak apabila menghadapi permasalahan bermasyarakat.
Previous
Next Post »
Posting Komentar
Thanks for your comment

Ads Inside Post